Sabtu, 23 Maret 2013

SISTEM PRODUKSI TERNAK POTONG DI KOLAKA-SULAWESI TENGGARA





SISTEM PRODUKSI TERNAK POTONG DI KOLAKA-SULAWESI TENGGARA







M Askari Zakariah
09/288529/PT/05771




FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012








Pendahuluan
            Meningatnya permintaan produk-produk peternakan, seharusnya diikuti dengan program pengembangan ternak, khususnya ternak potong. Ternak potong ruminansia merupakan komoditi kedua terbesar setelah komoditi ternak unggas untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Pengembangan ternak potong di indonesia belum berkembang dalam mensukseskan swasembada daging indonesia. Impor sapi besar-besaran dari australia menjadikan pengembangan usaha ternak di indonesia tehambat.
            Pemerintah menyatakan ketersediaan sapi di dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Namun, butuh dukungan untuk kelancaran distribusinya. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, stok sapi di sentra-sentra produksi ada dan cukup, pemerintah menghitung, kebutuhan daging sebesar 484 ribu ton. Ketersediaan daging sapi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan sebanyak 399 ribu ton, sisanya 85 ribu ton dipenuhi dari impor.  Jumlah impor tahun ini terbagi atas daging sapi sebesar 34 ribu ton, dan sapi bakalan 283 ribu ekor. Sedangkan tahun lalu, pemerintah memberikan kuota impor daging sapi sekitar 93 ribu ton, dan sapi bakalan 600 ribu ekor (Anonim, 2012)
            Pemanfaatan sapi lokal untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dapat menurunkan presentasi impor indonesia, sehingga swasembada daging dapat terwujud. Kebijakan pemerintah dalam pemberhentian impor sapi secara perlahan menuai protes dari beberapa pedagang daging dengan alasan transpransi pemerintah dalam kebijakan tersebut. Pendampingan pengembangan usaha ternak rakyat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan daging indonesia. Sistem produksi ternak potong menjadi point center dalam kemajuan usaha peternakan, kebijakan dan dukungan pemerintah dalam hal memperbaiki dan menunjukkan sistem produksi ternak potong yang sesuai dan cocok dengan kondisi daerah di indonesia.
            Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan juga modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan dan manajemen atau pengelolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberiaan pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup penaganganan hasil ternak, pemasaran, dan pengaturan tenaga kerja (Santoso, 2005)



Pembahasan
            Kabupaten kolaka merupakan daerah yang terletak di bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terbentang memanjang dari utara ke selatan berada diantara 2°0045’-124°60’ bujur timur. Populasi ternak sapi di Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini mencapai 222.350 ekor, dengan jumlah populasi tersebut setiap tahun memproduksi 18.349 sapi potong. Kabupaten kolaka beberapa kecematan yang merupakan gudang ternak potong. Kecamatan Watubangga selama ini dikenal sebagai pusat ternak di Kabupaten Kolaka seperti sapi, kerbau dan kambing(Randa, 2005; Anonim, 2012 )
            Kabupaten kolaka merupakan kawasan padat penduduk, dengan kenaikan populasi penduduk meningkat secara signifikan. Pekerjaan masyarakat kolaka dalam pertanian merupakan persentase terbesar dalam menyerap ketenagakerjaan. Menurut Ditjen Peternakan (2012), kolaka merupakan kawasan padat penduduk dengan lahan pertanian yang cukup luas, sehingga memeliki kondisi yang cocok untuk menerapkan konsep sistem produksi ternak secara semi intensif dengan mengintegrasikan ternak dengan tanaman pangan.
            Sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di padang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu terna dilepas di padang penggembalaan(Hernowo, 2006).   
            Usaha peternakan yang menggunakan model intensif memiliki ciri-ciri penggunaan area terbatas, kehidupan ternak sangat bergantung dengan campur tangan manusia, penggunaan teknologi sangat dibutuhkan, serta penggunaan sarana produksi yang intensif sehingga membutuhkan biaya yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sistem pemeliharaan semi intensif memiliki ciri tenaga kerja, dan modal tidak di perhitungkan secara bisnis. Tenaga kerja dilakukan sendiri oleh peternak, kandang di buat sendiri dan hijauan dicari dari sekeliling tempat tinggal peternak.
            Masyarakat kolaka memiliki 2 tipe sistem produksi ternak yaitu semi intensif dan ekstensif. Penggunaan tipe dipengaruhi oleh Luas lahan padang pengembalaan. Daerah yang memiliki lahan penggembalaan akan menggunakan sistem ekstensif, dengan biaya yang rendah. Ternak dalam sistem ekstensif memiliki sifat liar, sehingga menyulitkan dalam penjualan. Semi intensif merupakan tipe yang paling banyak digunakan, para peternak membuat kandang, melepaskan/menggiring ke padangan di saat para petani melakukan pekerjaan utamanya. Ternak sapi di kolaka akan lebih sering dikeluarkan dari kandang            setelah musim panen.
            Kandang yang dibuat oleh masyarakat masih sangat minim dalam memenuhi fungsi kandang. Menurut Abidin (2002), fungsi penting kandang dalam usaha sapi potong adalah melindungi dari gangguan cuaca, tempat beristirahat dengan nyaman, mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi peternakan, penggumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu, memudahkan pemeliharaan terutama dalam pemberiaan pakan dan minum, serta memudahkan pengawasan kesehatan.
Pemberian pakan khususnya hijauan pada ternak masyarakat kolaka sangat tergantung pada musim. Musim hujan menjadikan ketersediaan hijauan melimpah, pada saat musim kemarau tiba menjadikan para peternakan pusing dalam mencari hijauan. Pilihan peternak lebih sering pada rumput liar dan rumput lapangan dalam memenuhi kebutuhan ternak sapi. Pemberian hijauan terbatas menjadikan kebutuhan ternak tidak dapat terpenuhi. Teknologi pengawetan hijauan seperti silase maupun teknologi pengolahan hasil sisa pertanian dan perkebunan yang sering disosialisasikan oleh Depertemen pertanian dan peternakan sangat sulit diterapkan pada usaha peternakan. Menurut Sugeng (2005), pemberian zat-zat pakan ang disajikan harus isesuaikan dengan tujuan masing-masing, dengan adanya pakan dapat menjadikana ternak bertahan hidup dan kesehatan terjamin. Pemebrian pakan kepedaternak sapi potong bertujuan untuk kebutuhan pokok dan perawatan tubuh dan keperluan berproduksi.
Tahun 2012, pemerintah kabupaten kolaka memberikan bantuan kepada delapan kelompok sapi di sejumlah kecematan. Setiap kelompok peternak diberikan lima ekor sapi pejantan unggul yang didatangkan dari Nusa Tenggara barat. Sapi pejantan itu akan dikawinkan-silangkan dengan sapi lokal, sehingga akan menghasilkan bibit sapi unggul yang dimiliki oleh peternak lokal nantinya. Jumlah bantuan secara keseluruhan berjumlah 40 ekor bibit sapi pejantan unggul (anonim, 2012).
Manajemen Breeding dalam usaha peternakan di kolaka belum maksimal, sehingga masih dibutuhkan bantuan pembinaan dari pemerintah dalam pengembngannya. Sistem kawin yang sering dilaksanakan dalam peternakan masyarakat lokal adalah kawin alami. Proses reproduksi jarang adanya campur tangan manusia dalam pelaksanaannya. Bantuan pemerintah diatas, perlu adanya pembimbingan dalam pelaksanaan untuk menghasilkan bibit unggul nantinya.



Kesimpulan
            Sistem produksi ternak yang sering dilaksanakan oleh masyarakat kolaka adalah sistem semi intensif. Pembinaan dari pemerintah dan akademisi sangat diperlukan dalam memajukan usaha peternakan, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf kehidupan peternak. Pemberian arahan tentang prospek peternakan sebagai main job juga dapat menjadikan manejemen usaha peternakan yang baik akan diperhatikan oleh warga.
           
           



Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong. Agromdia Pustaka. Jakarta.
Anonim. 2012.Harga daging melonjak pemerintah minta dukungan kelencaran distribusi. http://www.tempo.co/read/news/2012/11/18/090442440/Harga-Daging-Melonjak-Pemerintah-Minta-Dukungan-Kelancaran-Distribusi. Diakses 18/11/2012.
Anonim. 2012. Letak geografis kabupaten kolaka. http://www.iannnews.com/news.php?kat=3&bid=2652. Diakses 18/11/2012.
Anonim. 2012. Pemkab kolaka bantu delapan kelompok peternak. http://www.antarasultra.com/berita/265615/pemkab-kolaka-bantu-delapan-kelompok-peternak. Diakses 18/11/2012.
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Keterpaduan program/kegiatan pengembangan sapi/kerbau tahun 2013 di tingkat kab/kota. Makalah Musyawarah Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2013. Jakarta.
Hernowo, B. 2006. Prospek pengemangan usaha peternakan sapi potong di kecematan surade kabupaten sukabumi. Fakultas peternakan Institut pertanian bogor. Bogor.
Santoso, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar