SISTEM PRODUKSI TERNAK POTONG DI KOLAKA-SULAWESI
TENGGARA
M
Askari Zakariah
09/288529/PT/05771
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
2012
Pendahuluan
Meningatnya permintaan produk-produk
peternakan, seharusnya diikuti dengan program pengembangan ternak, khususnya
ternak potong. Ternak potong ruminansia merupakan komoditi kedua terbesar
setelah komoditi ternak unggas untuk memenuhi kebutuhan protein hewani.
Pengembangan ternak potong di indonesia belum berkembang dalam mensukseskan
swasembada daging indonesia. Impor sapi besar-besaran dari australia menjadikan
pengembangan usaha ternak di indonesia tehambat.
Pemerintah
menyatakan ketersediaan
sapi di dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Namun,
butuh dukungan untuk kelancaran distribusinya. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, stok sapi di
sentra-sentra produksi ada dan cukup, pemerintah
menghitung, kebutuhan daging sebesar 484 ribu ton. Ketersediaan daging sapi
dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan sebanyak 399 ribu ton, sisanya 85 ribu
ton dipenuhi dari impor. Jumlah
impor tahun ini terbagi atas daging sapi sebesar 34 ribu ton, dan sapi bakalan
283 ribu ekor. Sedangkan tahun lalu, pemerintah memberikan kuota impor daging
sapi sekitar 93 ribu ton, dan sapi bakalan 600 ribu ekor (Anonim, 2012)
Pemanfaatan sapi lokal untuk
memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dapat menurunkan presentasi impor
indonesia, sehingga swasembada daging dapat terwujud. Kebijakan pemerintah dalam
pemberhentian impor sapi secara perlahan menuai protes dari beberapa pedagang
daging dengan alasan transpransi pemerintah dalam kebijakan tersebut.
Pendampingan pengembangan usaha ternak rakyat menjadi solusi pemenuhan
kebutuhan daging indonesia. Sistem produksi ternak potong menjadi point center
dalam kemajuan usaha peternakan, kebijakan dan dukungan pemerintah dalam hal
memperbaiki dan menunjukkan sistem produksi ternak potong yang sesuai dan cocok
dengan kondisi daerah di indonesia.
Usaha ternak merupakan suatu proses
mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan
juga modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi
bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan dan manajemen atau pengelolaan.
Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberiaan pakan, perkandangan, dan
kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup penaganganan hasil ternak, pemasaran,
dan pengaturan tenaga kerja (Santoso, 2005)
Pembahasan
Kabupaten kolaka merupakan daerah yang terletak di
bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terbentang memanjang
dari utara ke selatan berada diantara 2°0045’-124°60’ bujur timur. Populasi
ternak sapi di Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini mencapai 222.350 ekor,
dengan jumlah populasi tersebut setiap tahun memproduksi 18.349 sapi potong. Kabupaten kolaka beberapa kecematan yang merupakan
gudang ternak potong. Kecamatan Watubangga selama ini dikenal
sebagai pusat ternak di Kabupaten Kolaka seperti sapi, kerbau dan kambing(Randa, 2005; Anonim, 2012 )
Kabupaten kolaka merupakan kawasan
padat penduduk, dengan kenaikan populasi penduduk meningkat secara signifikan.
Pekerjaan masyarakat kolaka dalam pertanian merupakan persentase terbesar dalam
menyerap ketenagakerjaan. Menurut Ditjen Peternakan (2012), kolaka merupakan
kawasan padat penduduk dengan lahan pertanian yang cukup luas, sehingga
memeliki kondisi yang cocok untuk menerapkan konsep sistem produksi ternak
secara semi intensif dengan mengintegrasikan ternak dengan tanaman pangan.
Sistem pemeliharaan sapi potong
dikategorikan dalam tiga yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak
dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada
malam hari dan dilepas di padang penggembalaan pada pagi hari dan sistem
pemeliharaan ekstensif yaitu terna dilepas di padang penggembalaan(Hernowo,
2006).
Usaha peternakan yang menggunakan
model intensif memiliki ciri-ciri penggunaan area terbatas, kehidupan ternak
sangat bergantung dengan campur tangan manusia, penggunaan teknologi sangat
dibutuhkan, serta penggunaan sarana produksi yang intensif sehingga membutuhkan
biaya yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sistem
pemeliharaan semi intensif memiliki ciri tenaga
kerja, dan modal tidak di perhitungkan secara bisnis. Tenaga kerja dilakukan
sendiri oleh peternak, kandang di buat sendiri dan hijauan dicari dari
sekeliling tempat tinggal peternak.
Masyarakat kolaka memiliki 2 tipe
sistem produksi ternak yaitu semi intensif dan ekstensif. Penggunaan tipe
dipengaruhi oleh Luas lahan padang pengembalaan. Daerah yang memiliki lahan
penggembalaan akan menggunakan sistem ekstensif, dengan biaya yang rendah.
Ternak dalam sistem ekstensif memiliki sifat liar, sehingga menyulitkan dalam
penjualan. Semi intensif merupakan tipe yang paling banyak digunakan, para
peternak membuat kandang, melepaskan/menggiring ke padangan di saat para petani
melakukan pekerjaan utamanya. Ternak sapi di kolaka akan lebih sering
dikeluarkan dari kandang setelah
musim panen.
Kandang yang dibuat oleh masyarakat
masih sangat minim dalam memenuhi fungsi kandang. Menurut Abidin (2002), fungsi
penting kandang dalam usaha sapi potong adalah melindungi dari gangguan cuaca,
tempat beristirahat dengan nyaman, mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman
di sekitar lokasi peternakan, penggumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari
hewan pengganggu, memudahkan pemeliharaan terutama dalam pemberiaan pakan dan
minum, serta memudahkan pengawasan kesehatan.
Pemberian pakan khususnya hijauan pada ternak
masyarakat kolaka sangat tergantung pada musim. Musim hujan menjadikan
ketersediaan hijauan melimpah, pada saat musim kemarau tiba menjadikan para
peternakan pusing dalam mencari hijauan. Pilihan peternak lebih sering pada
rumput liar dan rumput lapangan dalam memenuhi kebutuhan ternak sapi. Pemberian
hijauan terbatas menjadikan kebutuhan ternak tidak dapat terpenuhi. Teknologi
pengawetan hijauan seperti silase maupun teknologi pengolahan hasil sisa
pertanian dan perkebunan yang sering disosialisasikan oleh Depertemen pertanian
dan peternakan sangat sulit diterapkan pada usaha peternakan. Menurut Sugeng
(2005), pemberian zat-zat pakan ang disajikan harus isesuaikan dengan tujuan
masing-masing, dengan adanya pakan dapat menjadikana ternak bertahan hidup dan
kesehatan terjamin. Pemebrian pakan kepedaternak sapi potong bertujuan untuk
kebutuhan pokok dan perawatan tubuh dan keperluan berproduksi.
Tahun 2012, pemerintah kabupaten kolaka memberikan
bantuan kepada delapan kelompok sapi di sejumlah kecematan. Setiap kelompok
peternak diberikan lima ekor sapi pejantan unggul yang didatangkan dari Nusa
Tenggara barat. Sapi pejantan itu akan dikawinkan-silangkan dengan sapi lokal,
sehingga akan menghasilkan bibit sapi unggul yang dimiliki oleh peternak lokal
nantinya. Jumlah bantuan secara keseluruhan berjumlah 40 ekor bibit sapi
pejantan unggul (anonim, 2012).
Manajemen Breeding dalam usaha peternakan di kolaka
belum maksimal, sehingga masih dibutuhkan bantuan pembinaan dari pemerintah
dalam pengembngannya. Sistem kawin yang sering dilaksanakan dalam peternakan
masyarakat lokal adalah kawin alami. Proses reproduksi jarang adanya campur
tangan manusia dalam pelaksanaannya. Bantuan pemerintah diatas, perlu adanya
pembimbingan dalam pelaksanaan untuk menghasilkan bibit unggul nantinya.
Kesimpulan
Sistem produksi ternak yang sering dilaksanakan oleh
masyarakat kolaka adalah sistem semi intensif. Pembinaan dari pemerintah dan
akademisi sangat diperlukan dalam memajukan usaha peternakan, sehingga dapat
membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf kehidupan peternak. Pemberian
arahan tentang prospek peternakan sebagai main
job juga dapat menjadikan manejemen usaha peternakan yang baik akan
diperhatikan oleh warga.
Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2002. Kiat
Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong. Agromdia Pustaka.
Jakarta.
Anonim. 2012.Harga
daging melonjak pemerintah minta dukungan kelencaran distribusi. http://www.tempo.co/read/news/2012/11/18/090442440/Harga-Daging-Melonjak-Pemerintah-Minta-Dukungan-Kelancaran-Distribusi. Diakses 18/11/2012.
Anonim. 2012. Letak
geografis kabupaten kolaka. http://www.iannnews.com/news.php?kat=3&bid=2652. Diakses 18/11/2012.
Anonim. 2012. Pemkab
kolaka bantu delapan kelompok peternak. http://www.antarasultra.com/berita/265615/pemkab-kolaka-bantu-delapan-kelompok-peternak. Diakses 18/11/2012.
Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan. 2012. Keterpaduan program/kegiatan pengembangan sapi/kerbau
tahun 2013 di tingkat kab/kota. Makalah Musyawarah Rencana Pembangunan
Pertanian Tahun 2013. Jakarta.
Hernowo, B. 2006.
Prospek pengemangan usaha peternakan sapi potong di kecematan surade kabupaten
sukabumi. Fakultas peternakan Institut pertanian bogor. Bogor.
Randa, K. 2005.
Profil kabupaten kolaka. http://kolakaonline.blogspot.com/p/profil-kabkolaka.html. Diakses
18/11/2012.
Santoso, U. 2005.
Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2005.
Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar