Sabtu, 23 Maret 2013

TEKNOLOGI HASIL IKUTAN TERNAK DASAR: POTENSI GELATIN IKAN





M Askari Zakariah
(09/288529/PT/5771)




FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012







PENDAHULUAN
Latar Belakang
           
Indonesia yang merupakan Negara yang memiliki 2/3 bagian areanya adalah laut, sehingga memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan aquaculture. Limbah ikan yang dapat berupa tulang dan kulit menjadi masalah terhadap kerusakan lingkungan,pasalnya bahan organic dapat menjadi sumber penyakit, dan bau. Pengembagan teknologi hasil ikutan ternak merupakan solusi cerdas dalam pemanfaatan hal tersebut. Pembuatan gelatin dari tulang dan kulit ikan menjadi salah satu  alternative environmental friendyl. Gelatin merupakan turunan protein dari kolagen yang terdenaturasi akibat adanya panas. Pemanfaatan gelatin sangat luas, salah satunya adalah pada makanan.
Pemakaian gelatin di bidang pangan mencapai 70% dari total produksi gelatin dunia. Di dalam industri pangan, gelatin adalah salah satu polimer yang larut air, dapat dipakai sebagai agen pembentuk gel (gelling), pengental (thickening) dan penstabil (stabilizing). Gelatin dapat membentuk gel, dan sesuai suhu bersifat reversible, dan gel akan meleleh pada suhu dibawah suhu tubuh, sehingga memberikan sifat organoleptik yang unik. Lebih luas gelatin bisa dipakai sebagai penggumpal, pembentuk sifat elastis, pengemulsi, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis (film) dan pemerkaya gizi. Berikut adalah contoh aplikasi gelatin pada berbagai produk pangan;
  • Produk daging olahan: berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet dan ham.
  • Produk susu olahan: berfungsi untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, dan keju cottage.
  • Produk bakery: berfungsi untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian.
  • Produk minuman: berfungsi sebagai penjernih sari buah (juice), bir dan wine.
  • Produk buah-buahan: berfungsi sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.
  • Produk permen dan sejenisnya: berfungsi untuk mengatur konsistensi produk, mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut.
Untuk penggunaan di bidang pangan, gelatin dikategorikan sebagai bahan tambahan pangan (food additive), dan telah digolongkan dalam generally regarded as safe (GRAS) (Pranoto, 2012).
Permasalahan seperti kekhawatiran konsumen terhadap sumber gelatin menjadi sangat serius, ternak babi dan ternak sapi yang mengidap penyakit mad cow menjadi titik penting dalam mendukung pemanfaatan sumber gelatin alternatif. Masyarakat muslim, yahudi memiliki ajaran untuk tidak memakan babi, lalu umat hindu tidak memakan sapi menjadi faktor hambatan penggunaan gelatin dari babi dan sapi. Sumber gelatin yang berasal dari ikan sepatutnya harus dicoba, tetapi perlu terus dikembangkan teknologi proses yang dapat meningkatkan cita rasa dari makanan yang ditambahkan gelatin yang bersumber dari ikan. Beberapa penilitian terus dikembangkan, dengan tujuan apakah gelatin yang bersumber dari tulang dan kulit ikan dapat menggantikan proporsi gelatin dari sapi atau babi yang ditambahkan kedalam suatu bahan makanan.

Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah :
1.   Bagaimanakah karakteristik gelatin yang berasal dari ikan ?
2. Berapa potensi gelatin yang bersumber dari tulang dan kulit ikan ? 
3. Dapatkah gelatin dari tulang ikan menggantikan proporsi penambahan gelatin dari ternak sapi dan babi ?


PEMBAHASAN

Karakteristik gelatin antar spesies dan bangsa ternak akan pasti berbeda hal ini disebabkan potensi genetik antar ternak berbeda. Faktor spesies, bibit, umur, pakan, kondisi penyimpanan bahan baku, serta kondisi lingkungan hidup ternak. Menurut Pranoto (2012); Muyonga et al. (2004), Gelatin ikan pada umumnya memiliki kekuatan gel lebih rendah dibandingkan gelatin mamalia. Gelatin hasil ekstraksi dari ikan yang hidup di air hangat memiliki kekuatan gel lebih baik daripada ikan-ikan perairan dingin dan laut dalam. Faktor yang mempengaruhi sifat gelatin adalah spesies, bibit, umur, pakan, kondisi penyimpanan bahan baku, serta kondisi lingkungan spesiesnya. Kekuatan gel gelatin juga dipengaruhi oleh suhu pematangan gel nya, dimana nilai Bloom akan meningkat 35-60% ketika suhu diturunkan dari 10oC ke 4oC.
Perbedaan utama dari gelatin ikan dan gelatin mamalia seperti babi dan sapi pada komposisi asam amino yang menyusun gelatin, gelatin ikan memiliki kekuatan gel (gel strenght) lebih rendah dan suhu leleh (gelling point) yang lebih rendah, namun memiliki viskositas yang relatif lebih tinggi dibandingkan gelatin mamalia. Gelatin ikan memiliki kekuatan gel dan suhu leleh yang rendah berhubungan dengan tempat dia hidup. Dimana umumnya kolagen yang berasal dari lingkungan temperatur rendah mempunyai kandungan asam amino (prolin dan hidroksiprolin) yang lebih rendah dari spesies yang hidup pada suhu yang lebih tinggi.
Keunikan gelatin ikan terletak pada kandungan asam amino penyusun gelatin. Meskipun semua gelatin tersusun dari 20 asam amino yang sama, namun bervariasi pada jumlah asam aminonya: prolin dan hidroxiprolin. Dengan jumlah asam amino yang rendah, ikatan hydrogen dalam larutan air lebih sedikit, dan karenanya terjadi penurunan pada suhu gelling. Dengan suhu gelling yang lebih rendah, penggunaan komersial lain dari gelatin ikan sedang dikembangkan (Baziwane and He, 2003).
Gelatin dengan kadar asam amino tinggi akan memiliki titik leleh lebih tinggi (Muyonga et al., 2004). Titik leleh gelatin akan meningkat dengan peningkatan berat molekul proteinnya (Jamilah and Harvinder, 2002). Karakteristik gelatin ikan yang memiliki kekuatan gel dibawah kekuatan gel sapi dan babi, menjadikan beberapa teknologi pengolahan untuk mengupayakan peningkatan kualitas gelatin dari tulang dan kulit ikan. Penggunaan formaldehid dan glutaraldehid menjadi salah satu teknik peningkatan kualitasnya. Menurut Jones (2004) bahwa penambahan formaldehid dan glutaraldehid merupakan cara yang efektif, tetapi penggunaan bahan kimia tersebut dalam pembentuk ikatan silang tersebut dapat bersifat toksik untuk dikonsumsi, dan tidak disarankan penggunaannya dalam bidang pangan. Menurut Draget and Haug (2004), Upaya-upaya lain seperti mengekstraksi gelatin dari spesies ikan air hangat, hidrolisasi unit prolin, enzim transglutaminase dan sistem biopolymer campuran. Langkah mencampur gelatin ikan dengan biopolymer adalah yang banyak digunakan oleh masyarakt eropa. Beberapa biopolymer yang dikaji seperti alginate, karaginan, dan agar.




KESIMPULAN 
        
         Gelatin yang berasal dari tulang dan kulit ikan memiliki kualitas yang berbeda dengan kulit mamalia seperti sapi dan babi, yang selama ini merupakan sumber gelatin yang sering digunakan oleh masyarakat. Potensi gelatin yang bersumber dari ikan sangat besar, mengingat bahwa indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki daerah lautan lebih luas dibandingkan daratan. Proses untuk mengganti sumber gelatin dari sapi dan babi menjadi ikan dapat terjadi jika melalui proses yang dapat meningkatkan kualitas khususnya pada faktor kekuatan gel.



DAFTAR PUSTAKA
Baziwane, D. and Q. He. 2003. Gelatin: the paramount food additive. Food Reviews International. Vol (4): 423-435.
Draget, K. and I. Haugh. 2004. Optimalization fish gelatin. Bioproduct Marine Seminar. Norway.
Jamilah, B. and K. G. Harvinder. 2002. Properties of gelatins from skin of fish-black tilapia and res tilapia. Food Chemistry. Vol 77:81-84.
Jones, R. T. 2004. Gelatin; manufacture and physico-chemical properties.  Phamaceutical press. London.
Muyonga, J. H., C. G. B., and K. G. Doudu. 2004. Extraction and hysico-chemical characcterisation of Nile perch (Lates niloticus) skin and bone gelatin. Food Hydrocolloids. Vol. 18: 581-592.
Pranoto. Y. 2012. Pemanfaatan Gelatin Ikan dalam Industri Pangan. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55706. Diakses pada tanggal 25 Desember 2012. 16.30.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar