M Askari Zakariah
(09/288529/PT/5771)
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia yang merupakan Negara yang
memiliki 2/3 bagian areanya adalah laut, sehingga memiliki potensi yang sangat
besar dalam pengembangan aquaculture. Limbah
ikan yang dapat berupa tulang dan kulit menjadi masalah terhadap kerusakan
lingkungan,pasalnya bahan organic dapat menjadi sumber penyakit, dan bau.
Pengembagan teknologi hasil ikutan ternak merupakan solusi cerdas dalam
pemanfaatan hal tersebut. Pembuatan gelatin dari tulang dan kulit ikan menjadi
salah satu alternative environmental friendyl. Gelatin merupakan turunan protein
dari kolagen yang terdenaturasi akibat adanya panas. Pemanfaatan gelatin sangat
luas, salah satunya adalah pada makanan.
Pemakaian gelatin di bidang pangan
mencapai 70% dari total produksi gelatin dunia. Di dalam industri pangan,
gelatin adalah salah satu polimer yang larut air, dapat dipakai sebagai agen
pembentuk gel (gelling), pengental (thickening) dan penstabil (stabilizing).
Gelatin dapat membentuk gel, dan sesuai suhu bersifat reversible, dan gel akan
meleleh pada suhu dibawah suhu tubuh, sehingga memberikan
sifat organoleptik yang unik. Lebih luas gelatin bisa dipakai sebagai
penggumpal, pembentuk sifat elastis, pengemulsi, pembentuk busa, pengikat air,
pelapis tipis (film) dan pemerkaya gizi. Berikut adalah contoh aplikasi gelatin
pada berbagai produk pangan;
- Produk daging olahan: berfungsi untuk meningkatkan daya
ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet dan ham.
- Produk susu olahan: berfungsi untuk memperbaiki tekstur,
konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt,
es krim, susu asam, dan keju cottage.
- Produk bakery: berfungsi untuk menjaga kelembaban produk,
sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian.
- Produk minuman: berfungsi sebagai penjernih sari buah
(juice), bir dan wine.
- Produk buah-buahan: berfungsi sebagai pelapis (melapisi
pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh
mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.
- Produk permen dan sejenisnya: berfungsi untuk mengatur
konsistensi produk, mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur
produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut.
Untuk penggunaan di bidang pangan,
gelatin dikategorikan sebagai bahan tambahan pangan (food additive), dan telah
digolongkan dalam generally regarded as
safe (GRAS) (Pranoto, 2012).
Permasalahan seperti
kekhawatiran konsumen terhadap sumber gelatin menjadi sangat serius, ternak
babi dan ternak sapi yang mengidap penyakit mad
cow menjadi titik penting dalam mendukung pemanfaatan sumber gelatin
alternatif. Masyarakat muslim, yahudi memiliki ajaran untuk tidak memakan babi,
lalu umat hindu tidak memakan sapi menjadi faktor hambatan penggunaan gelatin
dari babi dan sapi. Sumber gelatin yang berasal dari ikan sepatutnya harus
dicoba, tetapi perlu terus dikembangkan teknologi proses yang dapat
meningkatkan cita rasa dari makanan yang ditambahkan gelatin yang bersumber
dari ikan. Beberapa penilitian terus dikembangkan, dengan tujuan apakah gelatin
yang bersumber dari tulang dan kulit ikan dapat menggantikan proporsi gelatin
dari sapi atau babi yang ditambahkan kedalam suatu bahan makanan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah :
1. Bagaimanakah
karakteristik gelatin yang berasal dari ikan ?
2. Berapa
potensi gelatin yang bersumber dari tulang dan kulit ikan ?
3. Dapatkah
gelatin dari tulang ikan menggantikan proporsi penambahan gelatin dari ternak
sapi dan babi ?
PEMBAHASAN
Karakteristik
gelatin antar spesies dan bangsa ternak akan pasti berbeda hal ini disebabkan
potensi genetik antar ternak berbeda. Faktor spesies, bibit, umur, pakan,
kondisi penyimpanan bahan baku, serta kondisi lingkungan hidup ternak. Menurut Pranoto (2012);
Muyonga et al. (2004), Gelatin ikan
pada umumnya memiliki kekuatan gel lebih rendah dibandingkan gelatin mamalia.
Gelatin hasil ekstraksi dari ikan yang hidup di air hangat memiliki kekuatan
gel lebih baik daripada ikan-ikan perairan dingin dan laut dalam. Faktor yang
mempengaruhi sifat gelatin adalah spesies, bibit, umur, pakan, kondisi
penyimpanan bahan baku, serta kondisi lingkungan spesiesnya. Kekuatan gel
gelatin juga dipengaruhi oleh suhu pematangan gel nya, dimana nilai Bloom akan
meningkat 35-60% ketika suhu diturunkan dari 10oC ke 4oC.
Perbedaan
utama dari gelatin ikan dan gelatin mamalia seperti babi dan sapi pada
komposisi asam amino yang menyusun gelatin, gelatin ikan memiliki kekuatan gel
(gel strenght) lebih rendah dan suhu leleh (gelling point) yang lebih rendah,
namun memiliki viskositas yang relatif lebih tinggi dibandingkan gelatin
mamalia. Gelatin ikan memiliki kekuatan gel dan suhu leleh yang rendah
berhubungan dengan tempat dia hidup. Dimana umumnya kolagen yang berasal dari
lingkungan temperatur rendah mempunyai kandungan asam amino (prolin dan
hidroksiprolin) yang lebih rendah dari spesies yang hidup pada suhu yang lebih
tinggi.
Keunikan
gelatin ikan terletak pada kandungan asam amino penyusun gelatin. Meskipun
semua gelatin tersusun dari 20 asam amino yang sama, namun bervariasi pada
jumlah asam aminonya: prolin dan hidroxiprolin. Dengan jumlah asam amino yang
rendah, ikatan hydrogen dalam larutan air lebih sedikit, dan karenanya terjadi
penurunan pada suhu gelling. Dengan suhu gelling yang lebih rendah, penggunaan
komersial lain dari gelatin ikan sedang dikembangkan (Baziwane and He, 2003).
Gelatin
dengan kadar asam amino tinggi akan memiliki titik leleh lebih tinggi (Muyonga et al., 2004). Titik leleh gelatin akan
meningkat dengan peningkatan berat molekul proteinnya (Jamilah and Harvinder,
2002). Karakteristik gelatin ikan yang memiliki kekuatan gel dibawah kekuatan
gel sapi dan babi, menjadikan beberapa teknologi pengolahan untuk mengupayakan
peningkatan kualitas gelatin dari tulang dan kulit ikan. Penggunaan formaldehid
dan glutaraldehid menjadi salah satu teknik peningkatan kualitasnya. Menurut Jones (2004) bahwa penambahan
formaldehid dan glutaraldehid merupakan cara yang efektif, tetapi penggunaan
bahan kimia tersebut dalam pembentuk ikatan silang tersebut dapat bersifat
toksik untuk dikonsumsi, dan tidak disarankan penggunaannya dalam bidang
pangan. Menurut Draget and Haug (2004), Upaya-upaya lain seperti mengekstraksi
gelatin dari spesies ikan air hangat, hidrolisasi unit prolin, enzim
transglutaminase dan sistem biopolymer campuran. Langkah mencampur gelatin ikan
dengan biopolymer adalah yang banyak digunakan oleh masyarakt eropa. Beberapa
biopolymer yang dikaji seperti alginate, karaginan, dan agar.
KESIMPULAN
Gelatin yang berasal
dari tulang dan kulit ikan memiliki kualitas yang berbeda dengan kulit mamalia
seperti sapi dan babi, yang selama ini merupakan sumber gelatin yang sering
digunakan oleh masyarakat. Potensi gelatin yang bersumber dari ikan sangat
besar, mengingat bahwa indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki
daerah lautan lebih luas dibandingkan daratan. Proses untuk mengganti sumber
gelatin dari sapi dan babi menjadi ikan dapat terjadi jika melalui proses yang
dapat meningkatkan kualitas khususnya pada faktor kekuatan gel.
DAFTAR PUSTAKA
Baziwane, D. and Q. He.
2003. Gelatin: the paramount food additive. Food Reviews International. Vol
(4): 423-435.
Draget, K. and I. Haugh.
2004. Optimalization fish gelatin. Bioproduct Marine Seminar. Norway.
Jamilah, B. and K. G.
Harvinder. 2002. Properties of gelatins from skin of fish-black tilapia and res
tilapia. Food Chemistry. Vol 77:81-84.
Jones, R. T. 2004. Gelatin;
manufacture and physico-chemical properties.
Phamaceutical press. London.
Muyonga, J. H., C. G. B.,
and K. G. Doudu. 2004. Extraction and hysico-chemical characcterisation of Nile
perch (Lates niloticus) skin and bone
gelatin. Food Hydrocolloids. Vol. 18: 581-592.
Pranoto. Y. 2012. Pemanfaatan Gelatin Ikan dalam Industri Pangan. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55706. Diakses pada tanggal 25 Desember 2012.
16.30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar